Mantan Ketua KPK mengatakan hukum kejaksaan penuh dengan konflik kepentingan

Jumat, 24 Januari 2025 – 03:18 WIB

Jakarta, VIVA- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Situmorang Selatan menegaskan, Undang-Undang Penindakan Nomor 11 Tahun 2021, khususnya Pasal 8 Ayat 5, mengharuskan penuntutan terhadap jaksa dilakukan dengan persetujuan Jaksa Agung. .

Baca juga:

Situmorang Selatan Minta Kasus Penghalang Laut Dikaji Ulang Hukumnya: Jangan Dibongkar Pakai Tank Saja

Diketahui, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 “Tentang Kejaksaan” resmi diberlakukan menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 “Tentang Kejaksaan”.

“Memang paradigma pembuatan undang-undang kita banyak permasalahannya. “Cara kita mengesahkan undang-undang, pasal-pasal itu bermasalah,” kata Selatan, Kamis, 23 Januari 2025 di Jakarta.

Baca juga:

Undang-undang kejaksaan menimbulkan perdebatan, kekebalan jaksa ditegaskan

Mantan Pimpinan KPK Situmorang Selatan

Menurut dia, undang-undang baru “Tentang Kejaksaan” memiliki permasalahan terkait pemberantasan korupsi secara transparan, bertanggung jawab, dan personal. Selain itu, harus benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi, ujarnya.

Baca juga:

Jaksa Agung meminta stafnya untuk meningkatkan tekad mereka untuk menjamin keadilan, kata para pengamat

“Dalam pemberantasan korupsi, kata pertama adalah transparansi. Dia hanya mengatakan keduanya bertanggung jawab. Ketiga, bebas memberi manfaat. “Kita harus benar-benar berkomitmen dalam pemberantasan korupsi dan benar-benar melindungi masyarakat kita dalam pemberantasan korupsi,” jelasnya.

Menurut dia, salah satu pasal yang diatur dalam UU Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 sarat akan benturan kepentingan dalam penerapan undang-undang tersebut. Di mana, lanjutnya, penyidik ​​harus mendapat izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung untuk memanggil dan mengusut jaksa.

“Faktanya, kita berada dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, konflik kepentingan dan keadilan. Oleh karena itu, jelas ada orang yang tidak bisa melakukan hal tersebut tanpa izin Kejaksaan Agung. “Ini jauh dari prinsip tata kelola yang baik, transparansi, akuntabilitas, bebas dari konflik kepentingan,” ujarnya.

Untuk itu, kata Saut, revisi undang-undang kejaksaan harus diutamakan dan DPR RI tidak boleh melupakan aspirasi masyarakat dalam proses tersebut.

“UU Nomor 11 Tahun 2021 menurut saya ada permasalahan yang perlu diselesaikan. Tapi jangan lupa, partisipasi bermakna. Kita harus menjadi yang terdepan agar masyarakat tidak datang demi kepentingannya sendiri.” menjelaskan.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Pasal 8 ayat 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penindakan harus dicermati dalam menjalankan tugas dan wewenangnya .

Menurut dia, proses penegakan hukum oleh pihak kejaksaan seringkali tertunda karena proses perizinan yang tidak jelas atau tidak diberikan atau bahkan tertunda. Oleh karena itu, kata dia, proses perizinan perlu dikalibrasi atau direvisi.

“Oleh karena itu, betapapun baiknya lembaga lain menggunakan kewenangannya, mereka hanya dapat melakukannya jika mendapat izin. Jadi resolusi ini adalah parameter terpenting. Ayat 5 artinya menuntut jaksa penegak hukum tidaklah mudah. Sayangnya, banyak hal yang tidak bisa dijelaskan secara detail di ayat 5, kata seseorang yang hanya diketahui bernama Uceng itu.

Selain itu, Uceng juga mengingatkan, jika UU Kejaksaan akan direvisi, maka penjabaran asas independensi atau independensi harus ditinjau ulang sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 1. Sebab, kata dia, mengingat kejaksaan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, semua orang tahu bahwa kejaksaan tidak sepenuhnya independen.

“Proses ini harus independen. Jika undang-undang ini ingin diperbaiki, persoalan independensi atau penerjemahan prinsip independensi harus dipertimbangkan. “Sebenarnya kami sedikit khawatir, karena kejaksaan tetap dari partai politik, itu berbahaya,” tutupnya.

Halaman berikutnya

Untuk itu, kata Saut, revisi undang-undang kejaksaan harus diutamakan dan DPR RI tidak boleh melupakan aspirasi masyarakat dalam proses tersebut.

Kepala Polisi Biriuen diperintah oleh propume polisi atas tuduhan pemerasan dan pemerasan



Sumber