Mahkamah Konstitusi menetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai yurisdiksi untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan personel militer, kata Mabes TNI

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhak mengusut kasus korupsi yang melibatkan aparat TNI atau TNI, selama kasus tersebut terlebih dahulu ditangani oleh penyidik ​​KPK.

Baca juga:

Menurut Nurul Gufran, MK memutuskan KPK berwenang mengusut korupsi militer

Penegasan ini merupakan penafsiran baru terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU 30/2002) yang baru saja diberikan hakim Mahkamah Konstitusi.

Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (KC), Mayjen TNI Hariyanto, Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (Kapuspen TNI), mengatakan pihaknya sangat menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca juga:

Innalillahi, prajurit TNI awak helikopter Caracal tewas di hutan Papua

Menurut Ketua Penuspen TNI, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang berwenang menafsirkan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia.

Kendati demikian, lanjut Kepala TNI Penuspen, Mabes TNI akan mempelajari lebih lanjut putusan MK tersebut. Juga, koordinasi dengan sejumlah lembaga penegak hukum lainnya, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung, guna memastikan eksekusi putusan MK.

Baca juga:

Ancaman Gempa Bumi dan Letusan Gunung Berapi, Pasukan Aksi Cepat Brigjen TNI Nunes bersiaga penuh

“TNI menghormati setiap putusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan di bidang ketatanegaraan. Dalam hal ini TNI akan mengkaji lebih lanjut putusan tersebut dan akibat yang ditimbulkannya serta berkoordinasi dengan KPK, Kejaksaan Agung, dan pihak lain. badan-badan untuk menjamin pelaksanaannya dilaksanakan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi “tanpa bertentangan dengan ketentuan (UU) lain dan tanpa mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara”, kata Kepala Pusat Penerangan Masyarakat TNI Mayjen TNI Hariyanto kepada awak media, Jumat, 29 November 2024.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (CJC) memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhak mengusut korupsi di kalangan tentara, bahkan hingga putusan pengadilan yang bersifat final (inkracht). Atas inisiatif KPK.

Tuntutan tersebut merupakan penafsiran baru terhadap Pasal 42 Undang-undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 (UU 30/2002) Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan pengacara Gugum Ridho Putra.

Akrim, putusan mengabulkan sebagian permohonan pemohon, kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan pada sidang pengumuman di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Jumat, 29 November 2024.

Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 pada mulanya hanya menyatakan: “Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berwenang mengoordinasikan dan mengawasi penyidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang-orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.” .

Mahkamah Konstitusi menilai pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat, sehingga pada bagian akhir ditambahkan kalimat afirmatif: “Jika perkara yang dimaksud adalah penerapan undang-undang, maka akan diperiksa oleh pengadilan. .Diprakarsai atau dimulai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi /terdeteksi.

Dalam pendapat hukumnya, Mahkamah menilai permasalahan perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer atau disebut juga korupsi komunikasi, muncul karena adanya perbedaan penafsiran di kalangan aparat penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002.

Padahal, menurut Mahkamah Konstitusi, jika ketentuan pasal ini dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi di lembaga penegak hukum mempunyai kewenangan mengoordinasikan dan mengendalikan penyidikan. penyelidikan dan penuntutan kejahatan. kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer.

Menurut pengadilan, permasalahan dalam kasus korupsi bukan hanya kepatuhan terhadap norma hukum, tetapi juga kepatuhan aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum.

“Dalam hal ini hendaknya aparat penegak hukum mengesampingkan budaya ambivalensi atau ewuh pakewuh terhadap tindak pidana korupsi, apalagi pada hal-hal yang diatur secara tegas dalam undang-undang,” kata Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi memandang perlu menyetujui Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002.

Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki, mengusut, dan mengadili perkara korupsi yang terdeteksi/dihasut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Komisi.

Artinya, apabila tindak pidana korupsi dilakukan secara bersama-sama oleh satuan sipil dan militer, maka kerja sama mereka sejak awal dilakukan oleh Panitia Pemberantasan Korupsi, atau jika diprakarsai maka perkaranya dilaksanakan. oleh Komite Pemberantasan Korupsi meningkat. sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Sebaliknya, lembaga-lembaga hukum lain tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk mengadili tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang diadili di pengadilan militer, yang diidentifikasi dan diselidiki oleh lembaga penegak hukum lain, kecuali komisi anti korupsi. Panitia Pemberantasan Korupsi,” kata Suhartoyo saat mengenal pendapat hukum Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 selengkapnya berbunyi: “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertanggung jawab atas penyidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang perseorangan dan jenderal di bawah yurisdiksi militer, berwenang mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan perkara jika dianggap proses penegakan hukum sejak awal atau dibuka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dengan ditegaskannya Mahkamah Konstitusi tersebut, jika mempertimbangkan proses penegakan hukum, maka Komisi Pemberantasan Korupsi akan menjalankan kewenangannya dalam mengadili perkara terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh aparat sipil dan militer . oleh komisi antirasuah sejak awal.

Halaman berikutnya

Tuntutan tersebut merupakan penafsiran baru terhadap Pasal 42 Undang-undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 (UU 30/2002) Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan pengacara Gugum Ridho Putra.



Sumber