Selasa, 1 Oktober 2024 – 18:16 WIB
Jakarta, VIVA – Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 3 Pramono Anung pada Sabtu 28 September 2024 menegaskan adanya pembubaran paksa perselisihan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum bertanggung jawab atas kejadian ini.
Baca juga:
Pramono siap beradu argumen dengan Ridwon Kamil dan Dharma Pongrekun
Pramono Anun kepada wartawan di Jakarta, Selasa 1 Oktober 2024: “Aparat penegak hukum dan pemerintah tidak bertanggung jawab atas terulangnya kejadian seperti itu, tidak boleh.”
Baca juga:
13 Kolonel TNI AD Patah Bintang, Arteria Dahlan Lepas Jabatan DPR Demi Keponakan Megawati
Di sisi lain, Pramono juga tidak ingin hal serupa terjadi saat ia memenangkan pilkada. Baginya, tidak masalah apakah dia terpilih menjadi gubernur Jakarta atau tidak. Ia hanya ingin Indonesia tetap menjadi negara demokrasi yang tenteram dan tenteram.
Oleh karena itu, bagi saya, apakah saya terpilih sebagai gubernur atau tidak, pembatalan audiensi atau dalam bentuk apapun sebagai negara demokrasi tidak boleh terjadi, apalagi jika dilakukan dengan cara yang menyedihkan, kata Pramono.
Baca juga:
Pramono berjanji akan membangun pagar bagi warga yang tinggal di sepanjang rel kereta api
“Ini yang kita semua tuntut atau tuntut sebagai bagian dari demokrasi, perpecahan tidak boleh terulang kembali. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar,” ujarnya.
Diketahui, acara diskusi bertajuk “Pertemuan Diaspora Nasional dengan Tokoh Nasional dan Aktivis Nasional” yang digelar di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan (Jaxel) dibubarkan paksa oleh orang tak dikenal (OTK). Acara diskusi dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 September 2024.
Acara debat tersebut juga dihadiri oleh mantan Ketua Umum PP Jenderal Muhammadiya Din Syamsuddin dan pakar hukum tata negara Rafli Haroon.
Kemudian, tim gabungan Reskrim Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan berhasil menangkap lima orang atas kejadian tersebut. Dua di antaranya, FEK dan GW, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan KUHP (KUHP), mereka didakwa melakukan pelanggaran dan penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara 2 tahun 6 bulan hingga 5 tahun 6 bulan.
Halaman berikutnya
Acara debat tersebut juga dihadiri oleh mantan Ketua Umum PP Jenderal Muhammadiya Din Syamsuddin dan pakar hukum tata negara Rafli Haroon.