Psikolog: Kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang dilakukan anak menunjukkan krisis moral di Indonesia

Kamis, 19 September 2024 – 04:38 WIB

Jakarta, VIVA – Beberapa minggu lalu, masyarakat dihebohkan dengan adanya kejadian kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Diketahui, salah satu peristiwa kekerasan seksual terjadi akibat penyerangan terhadap seorang gadis penjual gorengan di Sumbar.

Baca juga:

Seorang tukang pijat yang terluka di Malang lolos dari hukuman mati dan hanya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara

Tak hanya diperkosa, gadis berinisial NKS ini juga ditemukan tewas tragis dalam keadaan telanjang pada 8 September 2024. Gadis yang diketahui lulusan SMA itu dilaporkan hilang sejak 6 September 2024. Polisi juga mengetahui ada tersangka pria bernama ISIS yang masih buron.

ISIS sendiri memiliki catatan kriminal yang serius. Mulai dari narkoba hingga pelecehan seksual. Bahkan, ia juga ditangkap karena terlibat pekerjaan cabul di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kabupaten Solok.

Baca juga:

Pasangan Colaca secara mengerikan ditemukan tewas di rumah mereka dengan banyak luka tusukan, polisi memburu pelakunya

Sebelumnya, akhir Agustus tahun lalu, publik juga dihebohkan dengan peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang siswi SMA berinisial AA di TPU China, Palembang pada 31 Agustus 2024. Sayangnya, pelaku pemerkosaan dan pembunuhan tersebut adalah empat orang anak di bawah umur, yakni I.S., 16 tahun, yang menjadi faktor utama, M.Z., 13 tahun, M.S

Baca juga:

Catatan kriminal pelaku pembunuhan Nia, gadis penjual gorengan di Padang Pariaman.

Melihat kondisi seperti itu, apa sebenarnya yang terjadi di masyarakat? Psikolog klinis Meiti Arianti mengatakan, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis moral.

“Saat ini bangsa kita sedang mengalami krisis moral. Aparat menunjukkan ketidakadilan, masyarakat hidup dalam penderitaan, perekonomian semakin terpuruk dari hari ke hari. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah rendah, perundungan merajalela di mana-mana, sehingga kejahatan pun merajalela. di dalam negeri “Tidak ada harga di depan mata dan nyawa masyarakat,” ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id pada Rabu, 18 September 2024.

Lebih lanjut Meiti mengungkapkan, ketika tingkat kejahatan di suatu negara tinggi, seperti tingginya kejadian bullying, kejahatan bahkan pembunuhan sering terjadi. Oleh karena itu, kata dia, negara belum bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

“Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi korban kejahatan atau kriminal. Tapi apa pun yang terjadi saat ini adalah akumulasi ‘masalah’ yang tercipta di dalam keluarga karena pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah.”

Meiti juga menyoroti aturan pidana di Indonesia. Ia menyebut beberapa kasus pidana seperti pemerkosaan, pelecehan, bahkan korupsi tidak memberikan efek jera.

“Berapa tahun hukuman bagi seseorang yang bersalah melakukan pemerkosaan, penganiayaan, atau korupsi? Tidak ada efek jera sama sekali, jadi jangan berharap angka kriminalitas akan menurun jika pemerintah tidak tegas dalam menegakkan ketentuan terhadap pelaku kejahatan.” dikatakan.

Ia juga mengungkapkan, perbuatan tidak diinginkan yang berujung pada terjadinya tindak pidana tersebut didasari oleh beberapa faktor, seperti kondisi sosial masyarakat dan faktor komunikasi keluarga.

“Anak-anak masa kini bertindak berdasarkan apa yang mereka lihat di media sosial, ditambah kurangnya komunikasi dalam keluarga dan keengganan pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap penjahat, semuanya saling berhubungan. Gencarnya media sosial terus mempengaruhi pikiran generasi saat ini. generasi sekarang tidak mampu memfilter informasi yang masuk, akibatnya kebablasan,” tuturnya.

Meiti juga berharap pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan. Ia menilai, khusus kasus pemerkosaan, harus ada hukuman yang berat bagi pelakunya. Sebab kekerasan memberikan dampak yang serius bagi korbannya.

“Kalau pemerintah memikirkan rakyatnya dan tahu apa yang dibutuhkan rakyatnya, tentu angka kriminalitas di Indonesia bisa teratasi. Tidak boleh ada ampun untuk hukuman berat bagi penjahat dan pemerkosa karena dampak psikologis para korban tidak diberi kompensasi. Akar Masalah Kejahatan di Indonesia “Sekarang tidak lepas dari peran pemerintah”, ujarnya.

Halaman selanjutnya

“Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi korban kejahatan atau kriminal. Tapi apa pun yang terjadi saat ini adalah akumulasi ‘masalah’ yang tercipta di dalam keluarga karena pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah.”



Sumber