Sidang korupsi Tin, para saksi yakin dengan perekonomian Babel

Sabtu, 14 September 2024 – 08:36 WIB

Jakarta, VIVA – Dalam proses lanjutan kasus korupsi di Kantor Perbendaharaan, beberapa saksi lagi dihadirkan.

Baca juga:

Polda Kendari tengah mendalami virus senilai 32 Miliar di Kendari yang baru diluncurkan namun sudah dimusnahkan

Diantaranya adalah warga Keposang Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Suyatno bernama Asui, yang berprofesi sebagai pengumpul pasir timah hasil pertambangan. Asuy dan pegawainya Husni bersaksi.

Turut hadir Direktur CV Candra Jaya alias Yusuf dan Direktur CV Semar Jaya Perkasa alias Marzoshin sebagai saksi.

Baca juga:

Saksi membeberkan barang bukti dana CSR PT SIP senilai Rp 1,6 miliar dalam kasus dugaan korupsi

Momen pembuktian di hadapan hakim dalam persidangan tersebut dijadikan kesempatan bagi para saksi untuk bercerita bagaimana kondisi yang terjadi saat ini berdampak pada penghidupan mereka dan perekonomian Bangka Belitung secara umum.

Husni, salah satu saksi, menceritakan bagaimana penambangan timah menjadi sumber pendapatan dan penghidupan warga sekitar. Bahkan, karena saat itu belum terserap PT Timah, para penambang rakyat terpaksa menjual pasir timahnya secara eceran di pinggir jalan.

Baca juga:

Sidang Korupsi Timah, Kelompok Penasehat Hukum CV VIP Sebut Saksi Penuntutan Merepotkan

Husni dalam kesaksiannya mengatakan: “Hampir semua orang di sana menjual pasir timah di pinggir jalan dengan harga 120-130 ribu/kg, sama seperti bensin eceran.”

Fenomena tersebut kemudian dicapai oleh manajemen PT Tima dengan menjalin bentuk kemitraan dengan para penambang rakyat dan pemilik tanah yang berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Tima melalui pembentukan badan hukum berstatus CV. .

Tujuannya untuk menciptakan ekosistem yang lebih terorganisir agar timah yang ditambang masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Sebaliknya, pemilik tanah yang berada di wilayah IUP PT Timah tetap mempunyai hak ekonomi atas tanah yang dimilikinya.

Saksi Suyatno alias Asui menjelaskan, dalam keterangannya, dalam proses pembelian pasir timah dari penambang rakyat, ia berperan sebagai pengepul.

“Batas terendah Sn (kadar timah) timah yang saya terima adalah pada Sn 68 dan sebagai pengepul saya hanya menerima produk timah dari masyarakat pertambangan dalam bentuk basah, sehingga tetap perlu dilakukan proses pengeringan (pembakaran). uang,” jelasnya.

Ia menjadi saksi langsung betapa banyaknya masyarakat yang menggantungkan perekonomiannya pada pertambangan timah.

“Sekarang akibatnya perekonomian di Bangka Belitung terpuruk, harga timah juga terpuruk. Situasi di Bangka saat ini pada tahun 2024 banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan sehingga kondisi pasar sangat tenang,” ujarnya. dikatakan. lanjutan.

Dalam kasus yang sama Direktur CV Candra Jaya Yusuf mengaku merupakan rekanan pertambangan PT Tima pada tahun 1996-2002 dan 2007-2008.

Lebih lanjut Yusuf mengatakan, praktik penambangan yang dilakukan pihak selain PT Tima sudah berlangsung sejak kecil, tepatnya saat Yusuf lahir pada tahun 1960.

Bahkan ayah dan kakeknya bercerita bahwa pada masanya bijih timah sudah ditambang.

Dalam operasinya, selain lahan yang dimilikinya, ia juga akan mengakuisisi lahan tanam di kawasan IUP PT Timah dengan modal dari kantong sendiri.

“PT Thima berkomitmen akan melepaskan lahan tanam tempat penambangan CV Candra Jaya dan biayanya ditanggung oleh para saksi sendiri,” ujarnya.

Saksi lainnya, termasuk Direktur CV Semar Jaya Perkasa bernama Marzoshin, menjelaskan, dari kerja sama jasa tersebut rekanan PT Tima yang berbentuk CV, seperti dia, mendapat imbalan jasa dari berton-ton bijih timah yang dihasilkan dan dikenakan pajak. biaya layanan

Pembayaran ke CV dihitung oleh PT TImah berdasarkan biaya angkut dan biaya pembelian timah dari penambang atau pengepul CV, ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Marzoshin juga menegaskan bahwa CV Semar Jaya Perkasa sama sekali tidak ada hubungannya dengan PT RBT.

“Semua modal yang diperlukan untuk menjalankan jasa angkutan borongan SHP berasal dari modal pribadi,” ujarnya.

Sementara itu, penentuan tempat pengiriman bijih besi cor ke gudang PT Timah di PT Tinindo, PT Tirus Jaya Mandiri, dan PT Artha Cipta Langgeng yang dilakukan CV Semar Jaya Perkasa sepenuhnya merupakan kewenangan dan kebijaksanaan PT Timah. tidak ada campur tangan dari PT RBT.

Ia berharap kasus tersebut cepat selesai dan masyarakat dapat kembali beraktivitas dan membangun kembali perekonomian setempat.

Halaman selanjutnya

Tujuannya untuk menciptakan ekosistem yang lebih terorganisir agar timah yang ditambang masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Sebaliknya, pemilik tanah yang berada di wilayah IUP PT Timah tetap mempunyai hak ekonomi atas tanah yang dimilikinya.



Sumber