Puluhan WNI Jadi Korban Perdagangan Manusia di Myanmar, DPRK: Negara Harus Respons Cepat dan Cepat

Jakarta, VIVA – Puluhan warga Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga korban perdagangan manusia (TPPO) dan saat ini ditahan di Myawaddy, Myanmar. Permasalahan ini membuat RHM khawatir.

Baca juga:

Pemerintah menegaskan akan meningkatkan kualitas BBM bersubsidi, harga tidak akan naik

Komisi IX DPR meminta pemerintah Indonesia segera melakukan operasi penyelamatan terhadap WNI yang menjadi korban TPPO. Awalnya WNI berniat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (PMI).

Anggota Komisi IX Rahmad Khandoyo mengatakan, pemerintah bersama penegak hukum dan lembaga terkait harus segera mengevakuasi WNI korban TIP di Myanmar.

Baca juga:

Airlangga mengungkapkan pentingnya peningkatan belanja pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi

Situasi mereka sangat memprihatinkan sehingga pemerintah harus segera menyelamatkan mereka, kata anggota Komisi IX DPR Rahmad Khandoyo dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 14 September 2024.

Dia mengatakan bahwa negara harus melakukan lebih banyak upaya. Menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang diwakili KBRI bekerja sama dengan TNI/Polri dapat bekerja sama dengan Interpol untuk membantu pembebasan WNI tersebut ditawan.

Baca juga:

Luhut: Pemerintah tidak tertarik melemahkan KPK

Anggota Komisi IX RHDR RI Rakhmad Khandoyo.

Terungkapnya kasus TIP bermula dari rekaman video yang dikirimkan salah satu korban, Samsul (39), yang mengirimkan lokasi terakhirnya kepada keluarganya di Sukabumi melalui aplikasi pesan. Pesan tersebut dikirimkan pada akhir Agustus 2024. Kemudian keluarga korban melapor ke pihak berwajib.

Selain itu, video penggemar juga viral di media sosial yang memperlihatkan beberapa pria berada di sebuah ruangan. Mereka mengaku menjadi tawanan di Myanmar setelah menjadi korban TIP dan mengharapkan bantuan dari pemerintah.

Berdasarkan informasi, WNI awalnya direkrut untuk bekerja sebagai administrator kripto. Namun kenyataannya mereka bekerja sebagai pengelola perjudian online dan dipaksa bekerja 15 jam tanpa bayaran. Para korban pun mengaku akan tersengat listrik jika tidak mengenai sasaran.

“Pemerintah harus bisa menjadikan keselamatan WNI kita di dalam tahanan sebagai prioritas utama,” kata Rahmad.

Ia memperingatkan, nyawa korban TIP terancam. Oleh karena itu, Rahmad meminta pemerintah meningkatkan upaya dengan melakukan tindakan maksimal dan strategis untuk menyelamatkan para korban.

“Jika mereka tidak segera diselamatkan, para korban akan terus dieksploitasi dan dianiaya secara fisik dan mental. “Kami sangat mengharapkan tindakan cepat dari Pemerintah dan lembaga terkait,” kata politikus PDP itu.

“Pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan bersama KBRI dan BP2MI harus segera merespons melalui operasi penyelamatan,” ujarnya.

Rahmad menyinggung kasus TPPO terhadap WNI yang sering terjadi. Namun harapan tersebut masih belum maksimal. Khususnya kasus TPPO dengan tindak pidana penipuan online.

Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melaporkan sebanyak 698 WNI menjadi korban TPPO sepanjang tahun 2024. Sementara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah menerima 107 laporan korban TPPO, 44 di antaranya berhasil dipulangkan. sisanya masih di Myawaddy, Myanmar.

Untuk WNI yang terlibat penipuan online, Kementerian Luar Negeri dan KBRI telah melakukan peninjauan terhadap 3.703 individu sepanjang tahun 2020 hingga Maret 2024. Melihat banyaknya WNI yang menjadi korban TPPO di luar negeri, Komisi IX DPR menekankan pentingnya upaya preventif untuk mencegah, khususnya bagi masyarakat yang kerap menjadi korban penipuan online.

“Dalam hal ini, BP2MI harus mengambil langkah proaktif bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah agar sosialisasi dan edukasi menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” kata Rahmad.

Lebih lanjut, ia mencatat, korban TPPO adalah masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri melalui jalur cepat. Mereka biasanya nekat hengkang karena tergiur janji gaji besar. Faktanya, tidak diketahui perusahaan yang menawarkan pekerjaan ini.

Oleh karena itu, Rahmad menyebutkan, edukasi mengenai hal ini harus dilakukan kepada masyarakat, agar masyarakat lebih berhati-hati.

“Masyarakat harus benar-benar melek huruf sehingga ketika ingin bekerja di luar negeri harus melalui jalur resmi. “Sehingga calon PMI bisa yakin bekerja di perusahaan mana, siapa yang bertanggung jawab, dan jelas hak serta tanggung jawabnya,” kata anggota DPRD dari Daerah Pemilihan V Jawa Tengah itu.

Selain itu, Rahmad mengatakan kampanye informasi kepada masyarakat mengenai jumlah kasus TPPO juga harus ditingkatkan. Selain itu, pemberian informasi edukasi juga penting agar masyarakat tidak tergoda untuk bepergian ke luar negeri melalui jalur mandiri informal.

“Edukasi tentang cara aman mencari kerja di luar negeri sangat penting. Ini yang menurut saya masih kurang, terbukti masih ada korban penipuan dan kejahatan TIP,” kata Rahmad.

Rahmad juga menyebutkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap agen tenaga kerja informal yang diduga terlibat dalam perdagangan manusia.

“Kontrol yang dilakukan oleh agen tenaga kerja dan aparat penegak hukum terhadap pelaku kejahatan TPPO masih lemah. Hal ini membuat pelaku kejahatan merasa aman dalam melanjutkan aktivitas ilegalnya,” kata Rahmat.

Sebanyak 11 warga Sukabumi menjadi korban TPPO dan disandera jaringan mafia perdagangan manusia di Myanmar. Awalnya, para korban dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi di Thailand.

Namun ketika mereka tiba di Thailand, mereka terjebak dan dipaksa bekerja di zona konflik Myanmar di bawah ancaman dan tekanan. Menurut Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI), jumlah korban TPPO kemungkinan akan bertambah dalam kasus ini. Korban diyakini tidak hanya berasal dari Sukabumi. Namun ada korban lainnya dari wilayah Bandung hingga Bangka Belitung.

Proses evakuasi korban luka yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil. Inilah korban di zona konflik Mywaddi, Myanmar yang menjadi lokasi konflik bersenjata dan saat ini berada di bawah kendali pemberontak.

Halaman selanjutnya

Selain itu, video penggemar juga viral di media sosial yang memperlihatkan beberapa pria berada di sebuah ruangan. Mereka mengaku menjadi tawanan di Myanmar setelah menjadi korban TIP dan mengharapkan bantuan dari pemerintah.

Halaman selanjutnya



Sumber