Di bawah bayang-bayang Beijing, kaum Uighur secara paksa disingkirkan dari identitas keislaman mereka

Kamis, 5 September 2024 – 07:26 WIB

Jakarta, VIVA – Proyek Perserikatan Bangsa-Bangsa Indonesia (HUPI) dilaksanakan Diskusi kelompok terfokus (FGD) membahas permasalahan kompleks konflik Uighur. Acara ini diadakan di Jakarta pada Senin, 2 September 2024.

Baca juga:

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika: Banyak organisasi Islam yang menyetujui azan dengan mengumandangkan teks dalam upacara yang khidmat

Suku Uighur adalah penduduk asli Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di barat laut Tiongkok. Mereka adalah salah satu dari 55 etnis minoritas di Tiongkok.

Direktur HUPI Hotmartua Simanjuntak mengatakan acara tersebut bertujuan untuk memisahkan fakta dari opini sehingga masyarakat dapat lebih memahami situasi di Xinjiang, Tiongkok.

Baca juga:

Paus Fransiskus di Indonesia menyampaikan rasa terima kasih umat Katolik sedunia untuk Indonesia, menurut para akademisi

VIVA Militer: Tindakan keras militer Tiongkok terhadap kelompok etnis Muslim Uyghur

“Kami tidak berpihak pada pihak manapun, namun berdiri atas dasar kemanusiaan dan aktivisme pemuda,” kata Hotmartois dalam siaran persnya. VIVA Rabu, 4 September 2024.

Baca juga:

Pasar saham Asia bervariasi pada awal minggu ini, dengan investor mengamati rilis data ekonomi dari negara-negara di kawasan tersebut

Ia mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi keadilan di tingkat global.

Hal itu, kata dia, sesuai dengan amanat konstitusi yang menyatakan kolonialisme harus dihapuskan, karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan.

Prinsip kedua juga menegaskan komitmen kita untuk melindungi kemanusiaan yang adil dan beradab, ujarnya.

“Kami ingin berkontribusi terhadap isu-isu internasional tanpa melintasi koridor, minimal berdasarkan Undang-undang 1945 dan Pancasila,” ujarnya.

Di saat yang sama, perwakilan Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP), Omer Kanat, mengungkapkan bahwa pemerintah China telah melakukan upaya sistematis untuk menghilangkan identitas Islam di Xinjiang.

Ia mengungkapkan, saat ini penggunaan nama Muhammad dan simbol Islam dihapus secara sistematis oleh pemerintah China.

“Lebih dari 1.000 masjid telah dirusak dan isu terorisme digunakan untuk melegitimasi penghancuran gerakan Uyghur,” kata Omer Kanat.

Di sisi lain, Pengurus Besar Persatuan Mahasiswa Islam (PB HMI MPO), Mahfud Hanafi dari PB HMI MPO menyoroti keterbatasan Indonesia dalam menyikapi persoalan tersebut akibat hubungan diplomatiknya dengan China.

“Saya berharap organisasi Islam lainnya memperkuat unifikasi mereka untuk menjadikan isu Uighur sebagai agenda internasional yang akan sampai ke PBB.”

Halaman berikutnya

“Kami ingin berkontribusi terhadap isu-isu internasional tanpa melintasi koridor, minimal berdasarkan Undang-undang 1945 dan Pancasila,” ujarnya.

Halaman berikutnya



Sumber