Jika berkas tak memenuhi syarat, maka perkara Firli Bahuri bisa saja ditutup

Jakarta, VIVA – Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhari (UAI) Prof Suparji Ahmad mengusulkan agar kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri dibatalkan.

Baca juga:

Polisi BDA memecahkan kaca Innova yang tiba-tiba berhenti di jalan tol, pengemudinya rupanya meninggal

Suparji mengatakan kasus Firli Bahuri sudah berlangsung lama. Namun ketika perkara sudah dianggap lengkap, jaksa mengembalikannya ke penyidik ​​Polda Metro Jaya karena dianggap tidak memenuhi unsur pidana terhadap Firli Bahuri.

Artinya, unsur-unsur tersebut tidak ada bukti pelaksanaannya, atau kurang atau tidak ada buktinya, ujarnya kepada wartawan, Jakarta, Minggu, 11 Agustus 2024.

Baca juga:

Ada Karnaval Bendera Pusaka, Istana Zikir-Rekayasa Lalu Lintas Halim

Firli Bahuri diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim beberapa hari lalu.

Logikanya, jelas Suparji, alat bukti yang akan digunakan penyidik ​​untuk memenuhi syarat materil sudah terkumpul dan sudah ada sejak awal kasus Firli Bahuri.

Baca juga:

Komisi Pemberantasan Korupsi menyita rumah, tabungan, dan obligasi terkait kasus DJKA

“Semua sudah diperiksa, ternyata tidak ada buktinya. “Jadi maksudnya apa? Dalam perkara ini tidak ada bukti yang menguatkan unsur-unsur pelaksanaannya, termasuk unsur suap, gratifikasi, dan pemerasan,” ujarnya.

Suparji mengatakan, penyidik ​​Polda Metro Jaya seharusnya mendalami bukti-bukti Pasal 184 KUHAP terkait kasus Firli Bahuri mulai dari surat, saksi, ahli, bahkan keterangan pelapor dan terlapor.

Namun, tampaknya penyidik ​​belum mampu mengumpulkan cukup bukti untuk memenuhi unsur materialnya. “Hal ini menunjukkan bahwa alat bukti yang ada dalam rangka kemungkinan tindak pidana tersebut tidak memenuhi syarat materiil,” ujarnya.

Sementara itu, Suparji menilai kasus Firli Bahuri dikembalikan ke penyidik ​​Polda Metro Jaya karena mengajukan banding terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014 tentang pembuktian.

“Pembuktian ini berdasarkan putusan MK 21 Tahun 2014 harus memenuhi unsur kualitas dan kuantitas. Tampaknya Jaksa mempunyai kualitas untuk memiliki bukti fisik. Jaksa menilai tidak hanya saksi, ahli, memeriksa surat, petunjuk dan keterangan tersangka. Tapi ya, buktinya harus konsisten satu sama lain. Buktinya harus sesuai dengan tindak pidananya,” ujarnya.

Jadi, menurut Suparji, jaksa menilai alat bukti yang ada atau yang dikumpulkan penyidik ​​selama ini hanya terbatas kuantitasnya, tapi tidak kualitasnya.

Jadi tidak ada kaitan atau keterkaitannya dengan kasus yang ada lho, itu hanya bukti-bukti saja, ujarnya.

Suparji mengatakan asas hukum pidana adalah mencari kebenaran materiil. Jadi, menurut Suparji, jika syarat atau unsur materiil tidak terpenuhi maka tidak ditemukan kebenaran materiil.

Oleh karena itu, jika kita menganggap hukum pidana mencari kebenaran materiil yang didukung dengan bukti fisik, maka jika tidak ada maka perkara tidak akan dilanjutkan, ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Suparji, demi kepastian hukum dan keadilan, perlu ada langkah hukum khusus untuk menyatakan kasus tersebut tidak dilanjutkan.

Oleh karena itu, demi keadilan, demi kepastian hukum, sebaiknya mekanisme dalam KUHAP dihentikan jika tidak cukup bukti. “Harus mengeluarkan surat untuk menghentikan penyidikan,” ujarnya.

Kalaupun penyidik ​​Polda Metro Jaya tetap mau melanjutkan kasus Firli Bahuri, Suparji mengaku akan sukses dan memenuhi syarat materil yang diarahkan Kejaksaan DKI Jakarta.

Sebab menurut Suparji, seluruh alat bukti, bukti, dan saksi telah diperiksa secara maraton, namun masih belum memenuhi syarat materil perkara.

“Jadi misalnya instruksi jaksa untuk menghadirkan bukti fisik, bagaimana caranya? Yang diperiksa itu saksi-saksinya ya, saksi-saksi itu, kalaupun saksi lain, tapi tidak ada kaitannya, tidak jadi soal. Buktinya juga sama, tidak relevan, kualitasnya tidak bagus. Oleh karena itu, karena tidak cukup bukti fisik, maka penyidikan dihentikan sementara, ujarnya.

Halaman berikutnya

Namun, tampaknya penyidik ​​belum mampu mengumpulkan cukup bukti untuk memenuhi unsur materialnya. “Hal ini menunjukkan bahwa alat bukti yang ada dalam rangka kemungkinan tindak pidana tersebut tidak memenuhi syarat materil,” ujarnya.

Halaman berikutnya



Sumber