Minggu, 11 Agustus 2024 – 16:33 WIB
Jakarta, VIVA – Situasi angkutan penyeberangan di Indonesia dinilai semakin memprihatinkan, terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan yang tidak dapat membayar pekerjanya tepat waktu sehingga terpaksa tutup atau dijual.
Baca juga:
Kapal penyimpanan minyak mentah tertua di dunia telah menghentikan operasinya
Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo mengatakan, penyebab buruknya iklim usaha ada di sektor angkutan penyeberangan.
Dalam keterangannya, Khoiri pada Minggu mengatakan, “Tarif saat ini masih tertinggal 31,8 persen dari NPO yang dihitung bersama oleh Kementerian Perhubungan, Gapasdap, PT ASDP, perwakilan konsumen, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. . , 11 Agustus 2024.
Baca juga:
Dengan menjadi tuan rumah IYF 2024, INSA akan mendorong pengembangan ekosistem yachting nasional
Ia menambahkan, situasi ini diperparah dengan kenaikan kurs dolar yang masih di atas Rp 16.000 per dolar AS.
“Padahal, 70 persen komponen biaya penyeberangan berdampak signifikan terhadap nilai tukar dolar. Misalnya biaya penyimpanan, suku cadangbiaya penempatan, perlengkapan keselamatan, dan lain-lain,” kata Khoiri.
Baca juga:
Pernyataan tertulis Sandiaga Uno menyebutkan kapal Pinisi Monalisa karam di perairan Pulau Komodo.
Menurut dia, penghitungan tarif yang kini tertinggal 31,8 persen itu dihitung pada 2019, saat nilai tukar dolar terhadap rupee masih Rp13.391 per dolar AS. Belum termasuk kenaikan biaya UMR setiap tahunnya, serta inflasi yang terjadi sejak tahun 2019.
Keadaan ini semakin parah karena setiap bulannya rata-rata hanya 30-40 persen hari kerja kapal yang bekerja. Hal ini disebabkan kurangnya dermaga di hampir semua perlintasan komersial.
Menurut dia, semua itu hanya untuk pengusaha untuk menutup biaya operasional yang ada khususnya menyesuaikan biayanya yang muncul bahkan ketika kapal tidak berfungsi.
Oleh karena itu, sehubungan dengan kondisi tersebut, Gapasdap meminta pemerintah segera melakukan penyesuaian tarif setidaknya secara bertahap hingga 15 persen.
“Kami berharap hal ini tidak perlu dinegosiasi ulang. Karena kalau kita lihat, harga tiket penyeberangan yang berlaku di masyarakat, akibat sistem penjualan kapal penyeberangan yang tidak dijual langsung oleh PT ASDP dan harus melalui broker. lagi-lagi lebih tinggi,” katanya.
Halaman berikutnya
Menurut dia, semua itu hanya akan menyulitkan pengusaha untuk menutupi biaya operasional yang ada, apalagi menyesuaikan biaya yang timbul saat kapal tidak berfungsi.