Sabtu, 13 Juli 2024 – 21:05 WIB
Bandung – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung kasus Wina Sirebon, Eman Sulaeman menjadi sorotan usai pencopotan tersangka Pegi Setiawan.
Baca juga:
KPK menetapkan 21 tersangka kasus korupsi dana hibah Jatim
Dalam putusannya, Eman berdalih penetapan Peggy Setiawan sebagai tersangka tidak sah secara hukum. Sebab, Polda Jabar tidak pernah memeriksa Pegi sebagai calon saksi atau tersangka.
Selain itu, polisi wilayah Jawa Barat juga gagal memberikan dua alat bukti yang diperlukan untuk menjerat pemuda yang berprofesi sebagai kuli bangunan tersebut.
Baca juga:
Dalam kasus penggelapan uang Rp 1,3 miliar, mantan manajer Fuji akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Saat keputusannya diperdebatkan, Eman mengatakan sebagai hakim ia memutuskan untuk membantu rakyat jelata dan memberantas ketidakadilan.
Baca juga:
KY menerima pengaduan dari satpam SKB yang melapor ke hakim setelah 10 bulan
“Hakim punya tanggung jawab besar, jadi saya tidak ingin ada ketidakadilan. Ketidakadilan ini seharusnya dibuang ke tempat sampah. “Pengadilan harus menunjukkan hal itu,” kata Eman, seperti terlihat dalam unggahan akun Instagram miliknya Ini Sabtu, 13 Juli 2024.
Diakui Eman, keputusan itu sudah ada pada dirinya sejak duduk di bangku SMA puluhan tahun lalu. Saat itu, Emani kecil dengan cermat membaca koran dan menemukan peristiwa yang menurutnya merugikan masyarakat biasa.
“Sejak SMA, saya sering membaca koran dan melihat acara. Saya membaca bahwa ada banyak komunitas kecil yang membutuhkan bantuan. Apalagi pada masa Orde Baru, hukum justru berada pada kondisi rendah. “Sejak saat itu, saya memutuskan untuk menjadi aparat penegak hukum,” ujarnya.
“Nah, setelah kuliah, saya berpikir, kalau saya jadi pengacara, saya minta saja, kalau saya jadi JPU (jaksa penuntut umum), saya minta saja, sementara hakim mengambil keputusan, maka saya harus menjadi hakim. hakim,” lanjut Eman. .
Lanjut Eman, tekadnya membantu rakyat kecil datang karena ia berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di Desa Karawang, Jawa Barat.
“Keluarga saya semua tamatan SD, hanya saya saja yang kuliah. Faktanya, saya satu-satunya di sebuah desa di Karawang pada tahun 1995. “Jika saya gagal, mungkin akan menjadi contoh buruk bagi orang lain, jadi saya bertekad untuk sukses,” ujarnya.
Pasca keluarnya Peggy Setiawan, Eman mengaku hidupnya berubah drastis. Orang-orang yang sebelumnya tidak mengenalnya mengenalnya sekarang.
“Setelah kejadian kemarin, kini saya meninggalkan rumah kenalan saya. “Dulu saya biasanya makan di pinggir jalan, sekarang orang-orang langsung datang ke saya, minta foto dan macam-macam,” pungkas Eman sambil tertawa.
Halaman selanjutnya
“Sejak SMA, saya sering membaca koran dan melihat acara. Saya membaca bahwa ada banyak komunitas kecil yang membutuhkan bantuan. Apalagi pada masa Orde Baru, hukum justru berada pada kondisi rendah. “Sejak saat itu saya memutuskan untuk menjadi aparat penegak hukum.